Archive for Januari, 2011

Filter Situs Porno dengan DNS Nawala

-baru ini Asosiasi Warung Internet Indonesia (Awari), bekerjasama dengan Telkom telah berhasil menghadirkan sebuah teknologi anti porno terbaru di negeri ini. Teknologi ini bekerja dengan cara memanfaatkan DNS server untuk menyaring (filtering) situs-situs yang berbau pornografi dan mengandung konten negatif atau ilegal. Saat ini teknologi ini diklaim telah mem-blacklist sedikitnya 5-6 juta situs-situs negatif yang betebaran di ranah maya. Teknologi tersebut bernama DNS Nawala. Apa itu??? semacam DNS server yang sekaligus berfungsi sebagai alat penyaring (filter) konten internet. DNS nawala ini merupakan salah satu DNS service yang memfungsikan layananya sebagai DNS filtering. DNS filtering merupakan metode paling ampuh untuk penyaringan konten pornografi atau konten ilegal di internet. Dengan memanfaatkan DNS Nawala ini penyedia layanan internet seperti ISP, warnet maupun pengguna (client) internet langsung seperti perkantoran, instansi, sekolahan bahkan internet rumah bisa dengan mudah untuk mengontrol akses penggunanya dengan melakukan penyaringan dan pemblokiran situs-situs yang mengandung konten pornografi dan ilegal yang merugikan. Bagaimana cara menggunakan DNS Nawala ini? cukup mudah sobat, caranya silahkan sobat baca selengkapnya melalui FAQ DNS Nawala . Disana sobat juga bisa menemukan informasi lain yang berkaitan dengan layanan DNS Nawala ini. Kalo masih bingung cara menggunakan DNS service untuk koneksi internet, silakan baca artikel Tips mempercepat koneksi modem internet dengan OpenDNS disana ada langkah-langkah untuk menggunaka DNS service, untuk IP address-nya tinggal sobat ganti dengan IP address dari DNS Nawala berikut ini: 180.131.144.144 (primary) dan 180.131.145.145 (secondary). Koq DNS Nawala bisa menyaring (memblokir) konten porno/ilegal? Tentu, karena DNS Nawala berfungsi sebagai DNS server sehingga memiliki otoritas untuk mengijinkan atau memblokir akses ke sebuah domain tertentu. Hal ini berlaku hanya untuk client pengguna DNS Nawala sebagai DNS server. Cara kerjanya sebagaimana yang telah saya tulis pada artikel Cara mudah memblokir konten porno dengan DNS server. Domain (web/blog) apa saja yang bisa diblokir dan konten apa saja yang bisa disaring oleh DNS Nawala? Semua domaian yang mengandung konten Adult, Gambling, Pornography, Proxy atau SARA. Bagaimana DNS Nawala ini bisa mengetahui sebuah domain tertentu masuk kategori yang mengharuskan untuk diblokir? Tepatnya saya kurang tahu sob, tapi sejauh yang saya ketahui semua pengguna internet bisa ikut berkontribusi dalam menentukan domain-domain apa saja yang masuk kategori layak dan wajib untuk disaring (blokir) melalui form yang telah disediakan oleh pihak Nawala melalui URL berikut: http://www.nawala.org/submit.php DNS Nawala di dukung oleh: Pornography is Addict!!! Mari Kita Selamatkan Bangsa dan Generasi Muda dari Pengaruh Negatif Internet!!! Saatnya Ber-Internet Sehat!!!

Comments (2) »

Cinta Ibu Sepanjang Masa

Kasih ibu, kepada beta

Tak terhingga sepanjang masa

Hanya memberi, tak harap kembali

Bagai sang surya menyinari dunia

Syair lagu diatas saya dapat ketika duduk di bangku taman kanak-kanak. Lagu diatas mengajarkan sekaligus menceritakan kepada anak-anak tentang cinta dan sayang seorang ibu kepada buah hatinya. Cinta yang akan selalu mengiringi setiap langkah anak dalam menggapai cita-citanya.

Seiring bergulirnya waktu saya semakin meyakini bahwa cinta seorang Ibu kepada anaknya adalah sebuah ketulusan. Apapun yang terjadi pada anak-anaknya seorang Ibu akan setia mendampingi mereka. Tidak perduli betapa besar kedurhakaan seorang anak dalam batin seorang Ibu cinta dan sayangnya tidaklah sirna.

Ibu tidak pernah pamrih atas apa yang ia berikan dalam membesarkan anak-anaknya. Ibu juga tidak pernah menyimpan dendam atas sikap-sikap anaknya yang selalu menyayat hatinya. Sebaliknya, untaian doa tidak pernah terputus dia panjatkan semoga Allah membimbing setiap langkah anak-anaknya. Luasnya maaf tidak terbatas ia berikan untuk keselamatan anaknya karena seorang Ibu tahu jika ridha Allah itu tergantung ridhanya kepada buah hatinya.

Ibu tidak pernah malu dengan sosok anaknya. Entah anaknya cacat, kelainan mental, atau ketidaknormalan lainnya. Bahkan Ibu orang pertama yang membesarkan hati anak-anaknya untuk tetap tegap berjalan. Dengan sabar Ibu mengajarkan segala sesuatu hingga anak-anaknya bisa.

Ibu adalah orang yang berada di belakang para tokoh-tokoh itu. Namun, cinta seorang Ibu tidak putus ketika buah hatinya berada dibalik teralis. Kedua tangan Ibu masih terbuka lebar bagi anak-anaknya yang ingin kembali tidak perduli seberapa kelam diri anak-anaknya.

Besarnya cinta seorang Ibu ternyata masih saja tidak cukup bagi anak-anaknya untuk berbakti kepadanya. Dengan otaknya yang cerdas seorang anak masih menghitung-hitung untung rugi berbagi dengan Ibunya seolah tulusnya pengorbanan seorang Ibu terhadapnya hal yang tidak pernah ada. Lemah lembutnya tutur kata seorang Ibu sering ditimpali dengan teriakan-teriakan kasar yang menyayat hati.

Bersyukurlah bagi anak-anak yang memahami bahwa surga itu ada di telapak kaki seorang Ibu. Menjadikannya sebagai ladang amal menuju kampung akhirat.

“Ya Tuhanku! Ampunilah aku, ibu bapakku dan kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil.”

Leave a comment »

Cara Mengirim Pesan Lewat Command Prompt

begini cara-cara agar bisa berkomunikasi dengan perintah dari command prompt.

  1. jalankan service mesangger dengan cara masuk ke : run >>ketikan “services.msc”>>pilih mesangger>>
  2. setelah entu klik kanan dan pilih properties
  3. pilih start up nye secara automatic lalu pilih apply
  4. kemudian klik tombol start maka aplikasi mesangger sudah di jalankan

Kalo  mengaktifkan services mesangger maka Antum bisa memulai chatting lewat command prompt dengan cara :

  1. masuk ke command Prompt dengan cara : run >> ketikan ” CMD “
  2. untuk mengenalkan name address pada system maka ketikan perintah “net name” lalu enter
  3. setelah nama komputer dan workgroup nya muncul maka aplikasi telah berhasi. bila tidak muncul masuk kembali ke service mesangger lalu restart
  4. maka anda bisa mengirim pesan lewat command prompt dengan cara : ketika “net send (alamat ip/nama komputer yang di tuju) (pesan). “tidak usah memakai tanda kurung”
  5. untuk percobaan sebaiknya mengirim ke komputer sendiri terlebih dahulu
  6. selamat mencoba

NB:

service ini dapat berjalan dengan catatan :

  • service mesangger sudah aktif
  • kedua komputer dalam 1 network

Comments (2) »

Daripada Kufur dan Takabbur, Lebih Baik Bersyukur

Oleh Rifki

Seiring perjalanan waktu yang telah kita lalui, maka semakin banyak orang-orang yang mengisi ruang-ruang dalam kehidupan kita. Mulai dari kawan sepermainan ketika masa kanak-kanak, teman sekelas di sekolah dasar, SMP, SMA, kampus, bahkan teman-teman seperjuangan di kantor atau perusahaan. Secara bergantian, satu per satu mereka datang dan pergi.

Pernahkah suatu ketika kita berjumpa lagi dengan kawan-kawan lama tersebut? Baik dalam sebuah pertemuan besar semacam reuni, atau mungkin sekedar berpapasan di suatu tempat yang tidak pernah direncanakan. Di saat-saat seperti itulah, terkadang, kita terjebak dalam sebuah keadaan untuk membandingkan keadaan diri ini dengan keadaan mereka.

Ada mungkin seorang kawan yang kehidupannya sungguh sangat mapan. Pekerjaan dengan gaji yang luar biasa, tempat tinggal yang megah di salah satu komplek perumahan elit, dilengkapi dengan mobil yang mewah. Ada juga seorang kawan yang sudah mondar-mandir ke luar negeri karena mendapat beasiswa S2, S3, atau sekedar short course selama beberapa bulan. Ada pula kehidupan seorang kawan lain yang sepertinya sangat berbahagia dengan pasangan hidup dan putra-putrinya.

Di sisi lain, ada juga kehidupan seorang kawan yang sepertinya masih luntang-lantung. Bulan ini dapat pekerjaan, namun beberapa bulan kemudian menganggur kembali karena statusnya hanya sebagai pegawai kontrak. Ada juga yang mungkin mengalami putus-nyambung dalam masalah perjodohan, atau mungkin masih berusaha keras untuk mendapatkan keturunan.

Ketika membandingkan dengan keadaan kawan yang kondisinya jauh lebih baik, maka terjebaklah diri ini dalam sebuah perasaan gagal dalam kehidupan. Sejurus kemudian, hilanglah rasa syukur atas apa yang sudah berada dalam genggaman tangan dan melekat di badan. Kufur akan nikmat yang Allah berikan setiap detik dalam kehidupan di dunia ini. Selanjutnya bisa jadi hati ini terjangkit penyakit iri.

Pun ketika kita membandingkan dengan kondisi kawan yang tidak seberuntung diri ini, kita terjebak dalam sebuah kesombongan. Menganggap mereka lebih hina dari kita. Lalu kita pun lupa, bahwa semua yang kita miliki adalah buah dari kasih sayang Allah.

Ternyata keduanya menjebak kita kedalam dua hal yang sangat tidak disukai Allah SWT, kufur atau tidak mau bersyukur dan takabbur atau merasa sombong.

Mungkin, langkah yang terbaik agar dapat menghindarkan diri ini dari sifat kufur dan takabbur adalah dengan bersyukur dengan apa yang ada. Sehingga, bila ada seseorang dengan keadaan yang lebih baik dari diri kita, bukan menjadikan kita melupakan nikmat yang telah kita terima, namun menjadikan diri ini terpacu untuk menjadi lebih baik. Dan bila ada seseorang dengan keadaan yang tidak seberuntung diri ini, kita bisa menjadi orang-orang yang tetap bersyukur..

Wallahu a’lam.

Leave a comment »

Tasbih Pak Didi

“Mang Udin, coba tebak dari apa tasbih ini dibuat?” tanya Pak Didi dengan logat Sundanya yang enak didengar.

Aku menerima tasbih yang disodorkannya. Kuamati biji-biji tasbih yang warna putihnya sudah mulai kusam. Aku mencoba mengira-ngira, terbuat dari apa tasbih kesayangan pak Didi ini.

“Aku nggak tahu Pak Didi. Kayu, bukan! Plastik, bukan! Karet, rasanya juga bukan!” Aku menyerah.

Kulihat Pak Didi tersenyum. Pasti dia merasa puas karena aku tak bisa menjawab tebakannya dengan benar. Dengan santai, beliaupun bercerita dari apa dan bagaimana riwayat dibalik pembuatan tasbih ‘aneh’ kebanggaannya itu. Kusebut aneh karena baru pertama kali aku melihat tasbih semacam itu. Bentuknya, warnanya juga bahannya yang tak bisa kutebak.

Dan cerita Pak Didi tentang tasbih kebanggaannya sungguh membuatku takjub. Tasbih ‘unik’ yang dibanggakan Pak Didi ternyata terbuat dari potongan pipa paralon. Butuh beberapa saat untuk aku bisa memahami bahwa biji tasbih itu bahan bakunya adalah pipa paralon. Setelah Pak Didi menjelaskan dengan lebih rinci lagi, barulah aku bisa mengerti bahwa biji tasbih itu memang terbuat dari potongan pipa paralon empat inchi.

“Pertama batang paralon dipotong dengan gergaji besi,” Pak Didi memberi penjelasan. “Kemudian potongan paralon yang menyerupai sebuah gelang dipotong-potong kecil, dibentuk sedemikian rupa sampai berbentuk bundar seperti kancing baju, dilubangi tengahnya menggunakan solder dan terakhir dirangkai dengan benang sol sepatu,” Pak Didi menambahkan.

Aku mencoba membayangkan bagaimana repotnya Pak Didi melakukan semua ini. Bukan hal yang sulit bila pekerjaan ini dilakukan oleh orang yang panca inderanya berfungsi sempurna. Tapi tentu tidak mudah bagi Pak Didi yang kedua indera penglihatannya tak lagi berfungsi. Sebuah kecelakaan kerja telah membuat kedua matanya buta. Inalillahi wa innailiahi roji’uun!

Sempat muncul pertanyaan dalam hatiku, mengapa Pak Didi mau bersusah payah membuat tasbih sendiri, toh harga sebuah tasbih tidak terlalu mahal, sangatlah terjangkau. Apalagi meski tak lagi bekerja, alhamdulillah Allah memberikan keluasan rizki bagi Pak Didi dan keluarganya. Hasil dari menyewakan kontrakan cukup untuk membiayai hidup mereka sehari-hari, termasuk bila Pak Didi ingin membeli sebuah tasbih dengan kualitas bagus sekalipun.

Tapi aku menjadi maklum mengapa Pak Didi memilih membuat tasbihnya sendiri. Bukan, sama sekali bukan karena Pak Didi seorang yang pelit. Aku tak menemukan alasan dan bukti untuk mengatakan itu. Yang kulihat justru semangatnya yang tetap membara meski ia telah kehilangan fungsi kedua matanya. Baginya, tak bisa melihat bukan berarti tak bisa melakukan aktifitas apapun. Meski tidak seperti tasbih pada umumnya – bahkan lebih tepat disebut aneh ketimbang unik—namun inilah bukti nyata dari kerja kerasnya. Luka di jari akibat sayatan pisau dan sundutan solder turut menjadi saksi dari kegigihannya.

Bukan hanya tasbih yang menjadi bukti dari tingginya semangat hidup Pak Didi. Meski kadang harus berjalan sendiri, meraba jalan dengan tongkat kayunya, menghitung langkah dengan rumus ciptaannya, beliau hampir tak pernah meninggalkan sholat Maghrib dan Isya berjamaah di mushola. Bahkan sebelum ada jamaah sholat Shubuh yang datang, beliaulah yang pertama kali melantunkan sholawat, membangunkan orang-orang yang masih terlelap. Kurasa sholat Zhuhur dan Asharpun beliau tak pernah ketinggalan. Mudah-mudahan saja beliau tetap istiqomah hingga akhir hayatnya. Amin.

Bukti lainnya adalah, meski sama sekali tak bisa melihat, semangat Pak Didi untuk menghafal ayat-ayat Al Quran sangatlah tinggi. Surat Yaasiin sudah lama beliau hafal, barangkali sebelum aku mengenalnya. Yang kutahu pasti adalah ketika beliau dengan tekun belajar menghafal surat Al Waaqi’ah yang berjumlah 96 ayat. Usai sholat Maghrib, Pak Didi tidak pulang lagi ke rumah. Ia tetap berada di mushola hingga waktu Isya tiba. Tanpa malu dan tanpa ragu, ia akan meminta tolong kepada siapapun jamaah yang ada untuk membacakan satu ayat. Dengan serius beliau akan mendengarkan, merekam dan membacanya kembali berulang-ulang hingga hafal.

Kini, 96 ayat surat Al Waaqi’ah sudah seluruhnya beliau hafal. Subhanallah! Aku turut bahagia karena pernah beberapa kali menemani beliau menghafal ayat-ayat dalam surat ini. Aku membacanya, Pak Didi menyimak dan mengulangnya berkali-kali hingga hafal. Bahkan, pembicaraan tentang tasbih uniknya malam itu terjadi di sela-sela kegiatan menghafal surat Taubah. Entah mengapa, ayat ketiga belas surat At Taubah ini tidak selancar dua belas ayat sebelumnya. Dan aku tahu kebiasaan beliau, untuk ‘mendinginkan’ ingatannya, beliau beristirahat sebentar, ngobrol ala kadarnya, perbincangan yang ringan namun tetap tak lepas dari hikmah, seperti obrolan tentang tasbihnya malam itu.

“Saya sudah berpesan, kalau saya mati tasbih ini jangan dibuang, tapi diwariskan kepada anak cucu saya,” aku kaget, tiba-tiba Pak Didi bicara soal kematian.

“Jangan ngomongin mati dulu Pak Didi. Syerem Ah!” timpalku spontan, sambil tertawa.

“Lho, mati itu kan pasti, mang Udin! Cuma kita tidak tahu kapan, dimana dan bagaimana caranya,” jawabnya sambil tertawa juga. Aku mengiyakan.

Aku tahan untuk tidak bertanya adakah anak cucunya yang akan memperlakukan tasbih unik itu seperti dirinya.

“Serius, saya sudah berpesan kepada istri, meskipun jelek tasbih ini jangan dibuang tapi diteruskan kepada anak cucu saya. Tentunya bukan untuk barang pajangan apalagi dianggap jimat atau barang keramat,” aku merasa tidak enak hati, sepertinya beliau tahu apa yang sedang kubatin tentang tasbihnya yang aneh -unik- itu.

“Saya ingin anak cucu saya tekun beribadah, berzikir menggunakan tasbih ini. Selama mereka menggunakan tasbih ini, saya berharap mereka ingat bahwa dalam kondisi apapun janganlah mudah menyerah pada keadaan. Tetap belajar, berusaha dengan penuh keyakinan meskipun keadaan kita tak sempurna. Semoga mereka juga bisa mengambil pelajaran dari riwayat pembuatan tasbih ini. Meski saya buta, saya tidak ingin menjadikan kebutaan saya untuk pasrah dan tidak melakukan apa-apa,” Pak Didi menjelaskan keinginannya untuk mewariskan tasbih unik buatan tangannya kepada anak cucunya. Subhanallah, aku merinding mendengarnya.

Benar bahwa kondisi fisik yang tidak sempurna bukanlah alasan untuk menyerah. Bukan pula penghalang untuk terus beribadah. Biji tasbih buatan tangan Pak Didi adalah salah satu bukti bahwa beliau tak pernah menyerah dengan keadaan. Disiplin sholat berjamaah di mushola, juga hafalan surat Al Waaqi’ah, Surat Yaasiin dan surat At Taubah yang sedang berusaha beliau hafalkan adalah bukti nyata ketekunannya dalam beribadah.

Cerita pak Didi tentang biji tasbihnya membuka kesadaranku, sekaligus membuatku malu. Aku yang -alhamdulillah- dianugerahi dengan panca indera yang semuanya berfungsi sempurna, tak jarang merasa lemah menghadapi kerasnya kehidupan. Juga, aku yang beberapa kali menemani beliau menghafal ayat-ayat Al Qur’an, belum bisa sepenuhnya mengikuti jejaknya. Bila malam itu kami bisa sama-sama hafal, maka malam berikutnya belumlah tentu aku masih hafal. Tidak seperti beliau yang sekali hafal, maka akan terus diulangnya sampai benar-benar hafal, hingga berhari, berminggu dan berbulan lamanya, bahkan mungkin bertahun dan selamanya. Subhanallah!

Ya Allah, benar apa yang dikatakan pak Didi bahwa kematian adalah hak. Siapapun, termasuk aku dan beliau pasti akan bertemu dengan yang satu ini. Tapi kumohon pada Mu ya Allah, apapun pembicaraan kami malam itu, semoga bukan sebuah pertanda bahwa kami akan segera berpisah. Berilah kami kesempatan lebih luas lagi untuk terus belajar. Ijinkan aku belajar banyak hal dari seorang pak Didi yang meski telah Engkau ambil nikmat penglihatannya, tak menghalangi langkah kakinya mendatangi mushola, tak menghalangi tangannya untuk berkarya dan tak menghalangi kemauannya menghafal ayat-ayat suci Mu ya Allah.

Sungguh bijak nasihat Pak Didi melalui tasbihnya, bahwa apapun kesulitan kita, jangan menyerah dan jangan berputus asa. Dalam kondisi apapun, kita harus selalu mengingat Allah. Berzikir dengan tasbih, itu yang dilakukan pak Didi. Beliau bukan satu-satunya yang melakukan itu, tapi kegigihan yang beliau miliki barangkali tak banyak yang menyamai, termasuk aku.

Oleh Abi Sabila

 

 

Leave a comment »

IKHTIAR MENGGAPAI BENING HATI

Keberuntungan memiliki hati yang bersih, sepatutnya membuat diri kita berpikir keras setiap hari menjadikan kebeningan hati ini menjadi aset utama untuk menggapai kesuksesan dunia dan akhirat kita. Subhanallaah, betapa kemudahan dan keindahan hidup akan senantiasa meliputi diri orang yang berhati bening ini. Karena itu mulai detik ini bulatkanlah tekad untuk bisa menggapainya, susun pula program nyata untuk mencapainya. Diantara program yang bisa kita lakukan untuk menggapai hidup indah dan prestatif dengan bening hati adalah :

1.      Ilmu

Carilah terus ilmu tentang hati, keutamaan kebeningan hati, kerugian kebusukan hati, bagaimana perilaku dan tabiat hati, serta bagaimana untuk mensucikannya.  Diantara ikhtiar yang bisa kita lakukan adalah dengan cara mendatangi majelis taklim, membeli buku-buku yang mengkaji tentang kebeningan hati, mendengarkan ceramah-ceramah berkaitan dengan ilmu hati, baik dari kaset maupun langsung dari nara sumbernya. Dan juga dengan cara berguru langsung kepada orang yang sudah memahami ilmu hati ini dengan benar dan ia mempraktekannya dalam kehidupan sehari-harinya. Harap dimaklumi, ilmu hati yang disampaikan oleh orang yang sudah menjalaninya akan memiliki kekuatan ruhiah besar dalam mempengaruhi orang yang menuntut ilmu kepadanya. Oleh karenanya, carilah ulama yang dengan gigih mengamalkan ilmu hati ini.

 

2.      Riyadhah atau Melatih Diri

 

Seperti kata pepatah, “alah bisa karena biasa”. Seseorang mampu melakukan sesuatu dengan optimal salah satunya karena terlatih atau terbiasa melakukannya. Begitu pula upaya dalam membersihkan hati ini, ternyata akan  mampu dilakukan dengan optimal jikalau kita terus-menerus melakukan riyadhah (latihan). Adapun bentuk  latihan diri yang dapat kita lakukan untuk menggapai bening hati ini adalah 

 

Menilai kekurangan atau keburukan diri. 

            Patut diketahui bahwa bagaimana mungkin kita akan mengubah diri kalau kita tidak tahu apa-apa yang harus kita ubah, bagaimana mungkin kita memperbaiki diri kalau kita tidak tahu apa yang harus diperbaiki. Maka hal pertama yang harus kita lakukan adalah dengan bersungguh-sungguh untuk belajar jujur mengenal diri sendiri, dengan cara 

 

Memiliki waktu khusus untuk tafakur.

 

            Setiap ba’da shalat kita harus mulai berpikir; saya ini sombong atau tidak? Apakah saya ini riya atau tidak? Apakah saya ini orangnya takabur atau tidak? Apakah saya ini pendengki atau bukan? Belajarlah sekuat tenaga untuk mengetahui diri ini sebenarnya. Kalau perlu buat catatan khusus tentang kekurangan-kekurangan diri kita, (tentu saja tidak perlu kita beberkan pada orang lain). Ketahuilah bahwa kejujuran pada diri ini merupakan modal yang teramat penting sebagai langkah awal kita untuk memperbaiki diri kita ini

 

 

Memiliki partner.

 

            Kawan sejati yang memiliki komitmen untuk saling mengkoreksi semata-mata untuk kebaikan bersama  yang memiliki komitmen untuk saling mewangikan, mengharumkan, memajukan, dan diantaranya menjadi cermin bagi satu yang lainnya. Tidak ada yang ditutup-tutupi. Tentu saja dengan niat dan cara yang benar, jangan sampai malah saling membeberkan aib yang akhirnya terjerumus pada fitnah. Partner ini bisa istri, suami, adik, kakak, atau kawan-kawan lain yang memiliki tekad yang sama untuk mensucikan diri. Buatlah prosedur yang baik, jadwal berkala, sehingga selain mendapatkan masukan yang berharga tentang diri ini dari partner kita, kita juga bisa menikmati proses ini secara wajar.

 

Mamfaatkan orang yang tidak menyukai kita.

 

            Mengapa? Tiada lain karena orang yang membenci kita ternyata memiliki kesungguhan yang lebih dibanding orang yang lain dalam menilai, memperhatikan, mengamati, khususnya dalam hal kekurangan diri. Hadapi mereka dengan kepala dingin, tenang, tanpa sikap yang berlebihan. Anggaplah mereka sebagai aset karunia Allah  yang perlu kita optimalkan keberadannya. Karenanya, jadikan apapun yang mereka katakan, apapun yang mereka lakukan, menjadi bahan perenungan, bahan untuk ditafakuri, bahan untuk dimaafkan, dan bahan untuk berlapang hati dengan membalasnya justru oleh aneka kebaikan. Sungguh tidak pernah rugi orang lain berbuat jelek kepada diri kita. Kerugian adalah ketika kita  berbuat kejelekkan kepada orang lan.

 

Tafakuri kejadian yang ada di sekitar kita.

            Kejadian di negara, tingkah polah para pengelola negara, akhlak pipmpinan negara, atau tokoh apapun dan siapa pun di negeri ini. Begitu banyak yang dapat kita pelajari dan tafakuri dari mereka, baik dalam hal kebaikan ataupun kejelekkan/kesalahan (tentu untuk kita hindari kejelekkan/kesalahan serupa). Selain itu, dari orang-orang yang ada di sekitar kita, seperti teman, tetangga, atau tamu, yang mereka itu merupakan bahan untuk ditafakuri. Mana yang menyentuh hati, kita menaruh rasa hormat, kagum, kepada mereka. Mana yang akan melukai hati, mendera perasaan, mencabik qalbu, karena itu juga bisa jadi bahan contoh, bahan perhatian, lalu tanyalah pada diri kita, mirip yang mana? Tidak usah kita mencemooh orang lain, tapi tafakuri perilaku orang lain tersebut dan cocokkan dengan keadaan kita. Ubahlah sesuatu yang dianggap melukai, seperti yang kita rasakan, kepada sesuatu yang menyenangkan. Sesuatu yang dianggap mengagumkan, kepada perilaku kita spereti yang kita kagumi tersebut. Mudah-mudahan dengan riyadhah tahap awal ini kita mulai mengenal, siapa sebenarnya diri kita? ***

Leave a comment »

Tak Hanya Lahiriah Semata

Oleh Anung Umar

pa yang ada di benak seorang ikhwan tatkala pandangannya tertuju pada seorang wanita yang berbalutkan pakaian “seadanya”? Dan bagaimana pula jika perhatiannya tertuju pada seorang akhwat yang berbalutkan pakaian syar’inya? Tentu saja ada perbedaan antara keduanya.

Bagi seorang ikhwan (apalagi yang masih lajang), melihat wanita berpakaian serba ketat, tipis, dan transparan memang sangat “menggoda”, namun tetap, dalam hatinya (kalau memang masih normal) tersimpan rasa benci, risih dan jijik melihat pemandangan seperti itu.

Berbeda halnya tatkala menyaksikan seorang wanita yang memakai busana kehormatan dan kesucian yang menutup seluruh tubuhnya, tidak menampakkan lekuk tubuhnya, lebar dan longgar, ada nuansa kekaguman dan penghargaan terhadapnya atau perasaan lainnya yang entah bagaimana membahasakannya, singgah di hati dan kadang menguntum di dalamnya.

Namun, akankah kekaguman itu bertahan (seandainya) setelah menikah dengannya? Pembahasan itulah yang saya perbincangkan beberapa waktu lalu dengan seorang ikhwan. Ia telah berkeluarga dan telah dikaruniai tiga orang anak dari pernikahannya dengan seorang akhwat sepengajian. “Kalau udah nikah sih biasa aja. “ Katanya. “Kalau sebelum nikah ya memang gitu, tapi kalau udah nikah sih nggak. Makanya dalam rumah tangga hafalan Al-Quran (juga) nggak diperhatiin, gimana hafalannya? Berapa banyaknya? Yang dibutuhin tuh, bukan cuma ‘teori’, tapi prakteknya. Perhatian nggak sama dia (pasangan)? Perhatian nggak sama anak? “ Katanya lagi.

Saya terhenyak sejenak mendengar kata-katanya. Kalau hafalan Al-Quran-yang tentunya itu kelebihan dan kebaikan lahiriah bagi orang yang memilikinya-saja bisa tak “berguna” dalam pernikahan, lantas bagaimana dengan kelebihan lahiriah lainnya? Bagaimana dengan kecantikan seorang istri dan ketampanan seorang suami, akankah berguna dalam mahligai pernikahan?

“Mahar sampe ratusan juta gitu? Memang sih enak dapat istri cantik kayak gitu, tapi kalau udah ‘dirasain’ sih, ya sama aja kayak perempuan lainnya (yang murah maharnya). “ Demikian komentarnya tatkala mengetahui berita dari surat kabar tentang mahalnya mahar wanita-wanita Libanon, negeri “gudang”nya wanita-wanita tercantik sejagat alam. “Padahal kalau udah nikah (kecantikan) itu nggak terlalu diperhatiin. Yang diperhatiin tuh, gimana akhlaknya sehari-hari di rumah, gimana dia ngelayani suami. “ Tambahnya lagi.

Ucapannya mengingatkan saya pada nasehat seorang dosen tafsir sekitar setahun yang lalu ketika membahas hukum pernikahan dalam surat An-Nisa. Beliau berkata di kelas (dalam bahasa Arab, yang artinya kurang lebih), “Seharusnya memilih pasangan jangan karena lahiriahnya saja. (Bagi para akhwat) jangan memilih pasangan hidup semata-mata karena ia berjenggot dan (bagi para ikhwan) jangan memilih pasangan karena pertimbangan kecantikan belaka. Ingat sabda Nabi kita صلى الله عليه وسلم, “Wanita itu (biasanya) dinikahi karena empat perkara, ‘karena hartanya, kedudukannya, kecantikannya, dan agamanya, maka pilihlah yang memiliki agama, niscaya kamu beruntung. “

Beliau melanjutkan, “Agama dan akhlak, itulah yang harus menjadi prioritas. Maka perhatikanlah bagaimana agama dan akhlaknya sehari-hari. Pertimbangan fisik memang penting dan dibutuhkan ketika memilih pasangan, tapi jangan jadikan itu yang terpenting. Utamakanlah yang memiliki din serta akhlak yang baik, karena kecantikan itu relatif. Cukupkanlah dengan memilih wanita yang sekedar bisa menyejukkan hati kalian ketika memandangnya (jika ia memang wanita yang baik/salehah). Sebab perlu kalian ketahui, tatkala seseorang menikah dengan seorang wanita, bila telah berlalu beberapa tahun, ia akan menganggap istrinya itu ‘biasa-biasa’ saja, secantik apapun dia, walaupun sangat cantik. Makanya, pilihlah pasangan yang memiliki din serta berakhlak baik yang bisa membantu kalian untuk taat kepada Allah, karena dialah yang kelak mendampingi kalian seumur hidup kalian. “

Nasehatnya seakan masih hangat di kepala dan terngiang-ngiang di telinga. Saya renungkan nasehat itu dan saya tambahkan dengan perkataan ikhwan tadi, maka saya dapati kedua orang yang sudah mencecap pahit-manisnya kehidupan rumah tangga ini ternyata memberikan pelajaran yang cukup berharga.

Mereka berdua mengajarkan kepada siapapun yang ingin mencari sosok pendamping dalam bahtera pernikahan, mengarungi dengan selamat samudra kehidupan rumah tangga yang penuh dengan cobaan, bahwa:

Kecantikan dan ketampanan lahiriah seseorang ternyata tak bisa merekatkan dua hati yang terikat dalam ikatan suci selama tak disertai dengan budi pekerti.

Lebarnya jilbab dan lebatnya jenggot seseorang ternyata tidak cukup dan tak mungkin cukup sebagai bekal untuk membangun rumah tangga yang sakinah, mawaddah warahmah, selama tidak dihiasi dengan kemuliaan adab serta keelokan akhlak.

Banyaknya hafalan Al-Quran seseorang, kefasihannya tatkala membaca kalam Allah tersebut, ternyata tak “berarti” bagi keharmonisan suatu pernikahan, jika tak disertai dengan amal dari apa yang dibaca dan dihafalkannya.

Kelihaian seseorang menggetarkan hati pendengar di atas mimbar, menyentuh perasaan pembaca melalui tulisan: nasehat, tausiyah, wejangan penuh hikmah, ternyata tak akan sanggup menggetarkan dan menyentuh hati pasangannya, sampai ia mempraktekkan apa yang disampaikannya, di dalam rumahnya, di hadapan pasangannya!

Seluruh kelebihan lahiriah itu akan pupus di hati pasangan dan tak akan memberikan kontribusi berarti bagi kebahagiaan rumah tangga, bila tidak disertai dengan amal (praktek) dan tanpa ditunjang dengan akhlak yang mulia.

Lantas, akankah kita tetap menaruh ekspektasi besar terhadap calon pasangan karena lahiriahnya semata?

Maka, saatnya tunduk tengadah, apakah ia telah mengamalkan ilmu yang didapatkannya selama ini? Apakah ia telah menghiasi diri dengan ibadah dalam kehidupan sehari-hari? Senantiasa berbaktikah ia kepada orang tuanya? Selalu berakhlak baikkah ia tatkala bersama tetangga dan teman-temannya? Kalau memang ia telah memenuhi seluruh “tuntutan” itu, maka kejarlah ia, kerahkan seluruh daya dan upayamu untuk “menangkapnya”, karena ia adalah “malaikat” atau “bidadari” yang selama ini kamu cari!

Jakarta, 26 Muharram 1432/1 Januari 2011

 

Leave a comment »